Kurangi Sampah Organik, Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI Bali Gelar Pelatihan Budidaya Maggot


Problem sampah perkotaan di Bali dianggap sudah kronis. Terlebih Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar sudah over kapasitas. Sumber utama sampah dari rumah tangga.

Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar merupakan daerah penghasil sampah terbesar di Bali. Data hasil penelitian disebutkan, di Bali, 60% sampah organik, 20% sampah plastik, 11% kertas, 2% besi, 2% gelas dan 5% sampah kayu dan lainnya.

Menyikapi permasalahan ini, Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH & SDA) MUI Bali, bergerak cepat menawarkan solusi tepat guna. Yaitu, mengolah sampah organik menjadi maggot. Maggot adalah larva dari belatung lalat black soldier fly (BSF). “Maggot adalah lalat tentara hitam. Lalat BSF berbeda dengan lalat hijau yang biasa hidup di sampah. Maggot ini masuk rumpun lalat baik” ungkap Ana Rohana Salamah, pegiat budidaya maggot LPH & SDA MUI Bali, saat mendemonstrasikan cara mengolah sampah organik menjadi Maggot di Sekretariat MUI Bali, Jalan Pulau Menjangan Denpasar, Sabtu 8 Mei 2021.

Sumber sampah organik kata Ana Rohana, sejauh ini lebih banyak dibuang tanpa dimanfaatkan. Seperti sisa makanan, buah-buahan, sayuran dan lainnya. Padahal kata salah seorang putri pendiri MUI Bali Habib Adnan ini, sampah organik dapat diolah menjadi barang bermanfaat dan bernilai. Yaitu dengan memproses menjadi Maggot.
Diuraikan, Maggot Black Soldier mengandung protein dan asam amino yang lengkap, sehingga dapat digunakan sebagai sumber pakan alternatif yang sangat baik untuk hewan ternak. Seperti unggas, ikan, iguana, burung berkicau dan hewan peliharaan lainnya.

“Maggot juga mengandung anti jamur serta anti mikroba sehingga bila dimakan oleh ikan akan tahan terhadap penyakit yang disebabkan jamur dan bakteria,” ungkap Ana Rohana. Istimewanya kata dia, Maggot aman bagi manusia karena tidak mengandung bibit penyakit, melainkan mengandung protein dan asam amino yang lengkap sehingga bermanfaat sebagai makanan hewan ternak. “Maggot membantu manusia dan lingkungan dalam mengelola sampah organik yang sebagian besar diproduksi dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya, sambil menunjukkan hasil olahannya.

Maggot mempunyai enzym yang digunakan untuk menyemprotkan ke sampah organik yang dapat membuat sampah menjadi lunak dan gampang untuk diuraikan. Jika sampah organik sudah difermentasi terlebih dulu maka maggot akan lebih mudah dalam memakannya.

“Maggot membantu manusia dalam mengelola sampah organik yang sebagian besar dihasilkan dalam keluarga. Sisa sampah maggot akan menjadi kasgot (bekas maggot) yang dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk organik,” ungkap Ana, meyakinkan.

Dikatakan pula, maggot dapat digunakan sebagai pakan super penuh nutrisi. Merupakan pakan alternatif bagi hewan ternak untuk menanggulangi mahalnya harga dedak, pelet dan lainnya. “Jika kita kreatif dan memiliki kemauan kuat dalam mengelolal sampah organik maka dapat dimanfaatkan dalam skala rumah tangga dengan murah dan gratis,” tukas Ana Rohana yang juga akrab disapa Emak Belatung ini.

Secara teknis Ana Rohana, diperlukan media untuk mengolah sampah organik menjadi maggot. Kemudian maggot mempunyai enzym yang digunakan untuk menyemprotkan ke sampah organic. Efeknya membuat sampah menjadi lunak dan gampang untuk diuraikan. Butuh waktu sekitar 15 hari untuk sebuah media boks pengolahan sampah organik menjadi maggot. “Jika sampah organik sudah difermentasi terlebih dulu maka maggot akan lebih mudah dalam memakannya,” pungkasnya.

Sementara itu Sekretaris LPH & SDA MUI Bali, H. Adrid Indaryanto SH, MH menambahkan, target pelatihan ini untuk menjadikan lebih banyak rumah tangga yang kreatif dan berwawasan ramah lingkungan. “Pelatihan, diharapkan dapat menerapkan budidaya daya maggot di lingkungan masing-masing secara tepat guna,” imbuh H. Adrid.

(Tim Infokom MUI Bali)